Sultan Iskandar Muda merupakan Raja Aceh yang pernah membawa Kerajaan Aceh Darussalam pada masa kejayaannya. Karena dibawah kekuasaanya kerajaan Aceh Darussalam menjadi salah satu kerajaan yang diperhitungkan ketangguan dan kemakmuranya. Melaui prinsip-prinsip Ke Islaman yang kuat kerajaan Aceh Darussalam diterapkan dalam setiap pengambilan hukum dan keputusanya. Sehingga sinergi antara Ulama dan Raja saling melengkapi satu sama lainya. Sesuai dengan Ajaran Baginda Nabi Muhammad SAW.
Sultan Iskandar Muda Lahir di Aceh Pada tahun 1593.Dengan Nama kecilnya Perkasa Alam . Sultan Iskandar Muda merupakan keturunan dari Raja Darul Kalam dan Raja Makuta. Sultan Iskandar Muda menikah dengan seorang putri dari Kesultanan Pahang, biasa lebih dikenal dengan Putroe Phang. Melalui hasil pernikahan ini, Sultan Iskandar Muda dikaruniai dua buah anak yaitu Meurah Pupok dan Putri Safiah.
Menurut babat Aceh karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, sehingga Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya.
Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun Gunongan untuk mengobati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.
Sultan Iskandar Muda mulai menduduki tahta Kerajaan Aceh Darussalam pada usia yang terbilang cukup muda (14 tahun). Beliau memerintah Kerajaan Aceh antara 1607 hingga 1636, sekitar 29 tahun. Yang pasti Kapan ia mulai memangku jabatan raja menjadi perdebatan di kalangan ahli sejarah. Namun, mengacu pada Bustan al-Salatin, ia dinyatakan sebagai sultan pada tanggal 6 Dzulhijah 1015 H atau sekitar Awal April 1607.
Pada masa pemerintahannya, terdapat sejumlah Ulama besar. Di antaranya adalah Syiah Kuala sebagai mufti besar di Kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda. Hubungan keduanya adalah sebagai penguasa dan ulama yang saling mengisi proses perjalanan roda pemerintahan.
Hubungan tersebut diibaratkan "Adat bak Peutoe Meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala " ( Adat di bawah kekuasaan Sultan, Kehidupan hukum beragama di bawah keputusan Tuan Syiah Kuala). Sultan Iskandar Muda juga sangat mempercayai ulama lain yang sangat terkenal pada saat itu, yaitu Syeikh Hamzah Fanshuri dan Syeikh Syamsuddin As-Sumatrani. Kedua ulama ini juga banyak mempengaruhi kebijakan Sultan. Kedua merupakan sastrawan terbesar dalam sejarah nusantara.
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda tersebut ini dikenal sebagai masa paling gemilang dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Ia dikenal sangat piawai dalam membangun Kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang Kuat, Besar, dan tidak saja disegani oleh Kerajaan-Kerajaan lain di nusantara, namun juga oleh dunia luar. Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Aceh termasuk dalam Lima Kerajaan Terbesar di Dunia.
Penerapan Hukum Kerajaan Dan Hukum Islam serta Adat Dalam Kerajaan
Sultan Iskandar Muda mempunyai karakter yang sangat tegas dalam menghalau segala bentuk dominasi kolonialisme. Sebagai contoh, Kurun waktu 1573-1627 Sultan Iskandar Muda pernah melancarkan jihad perang melawan Portugis sebanyak 16 kali, meski semuanya gagal karena kuatnya benteng pertahanan musuh. Kekalahan tersebut menyebabkan jumlah penduduk turun drastis, sehingga Sultan Iskandar Muda mengambil kebijakan untuk menarik seluruh pendudukan di daerah-daerah taklukannya, seperti di Sumatera Barat, Kedah, Pahang, Johor dan Melaka, Perak, serta Deli, untuk migrasi ke daerah Aceh inti.Pada saat berkuasa, Sultan Iskandar Muda membagi aturan hukum dan tata negara ke dalam Empat bidang yang kemudian dijabarkan secara praktis sesuai dengan tatanan kebudayaan masyarakat Aceh.
1.Bidang Hukum yang diserahkan kepada Syaikhul Islam atau Qadhi Malikul Adil
Hukum merupakan asas tentang jaminan terciptanya keamanan dan perdamaian. Dengan adanya hukum diharapkan bahwa peraturan formal ini dapat menjamin dan melindungi segala kepentingan rakyat.
2.Bidang Adat yang diserahkan kepada kebijaksanaan Sultan dan Penasehat.
Bidang ini merupakan perangkat undang-undang yang berperan besar dalam mengatur tata negara tentang martabat hulu balang dan pembesar kerajaan.
3.Bidang Resam
Yang merupakan urusan Panglima. Resam adalah peraturan yang telah menjadi adat istiadat (kebiasaan) dan diimpelentasikan melalui perangkat hukum dan adat. Artinya, setiap peraturan yang tidak diketahui kemudian ditentukan melalui resam yang dilakukan secara gotong-royong.
4.Bidang Qanun
Yang merupakan kebijakan Maharani Putro Phang sebagai permaisuri Sultan Iskandar Muda. Aspek ini telah berlaku sejak berdirinya Kerajaan Aceh.
Penerapan Hukum Islam
Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai raja yang sangat tegas dalam menerapkan Syariat Islam. Ia bahkan pernah melakukan Rajam terhadap puteranya sendiri, yang bernama Meurah Pupok karena melakukan perzinaan dengan istri seorang perwira.Sultan Iskandar Muda juga pernah mengeluarkan kebijakan tentang pengharaman riba. Tidak aneh jika kini Nanggroe Aceh Darussalam menerapkan Syariat Islam karena memang jejak penerapannya sudah ada sejak zaman dahulu kala. Sultan Iskandar Muda juga sangat menyukai Tasawuf.
Sultan Iskandar Muda pernah berwasiat agar mengamalkan Delapan Perkara, Sang Sultan berwasiat kepada para Wazir, Hulubalang, Pegawai, dan Rakyat di antaranya adalah sebagai berikut :
Wasiat Sultan Iskandar Muda Pada Penerusnya
- Selalu ingat kepada Allah Ta'ala dan memenuhi janji yang telah diucapkan.
- Jangan sampai para Raja menghina Alim Ulama dan Ahli Bijaksana.
- Jangan sampai para Raja percaya terhadap apa yang datang dari pihak musuh.
- Para Raja diharapkan membeli banyak senjata. Pembelian senjata dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan dan pertahanan kerajaan dari kemungkinan serangan musuh setiap saat.
- Para raja mempunyai sifat Pemurah (turun tangan).
- Para raja dituntut untuk dapat memperhatikan nasib rakyatnya.
- Para raja menjalankan hukum berdasarkan Al-Qur‘an dan Sunnah Rasul.
- Hukum lain yang harus dipegang adalah Qiyas dan Ijma‘.Berpegangan pada Hukum Kerajaan , Adat , Resam, dan Qanun.
Tata Kota dan perekonomian Aceh Darussalam
Menurut tradisi Aceh, Sultan Iskandar Muda membagi wilayah Aceh ke dalam wilayah administrasi yang dinamakan Ulèëbalang dan Mukim, ini dipertegas oleh laporan seorang penjelajah Perancis bernama Beauliu, bahwa "Iskandar Muda membabat habis hampir semua bangsawan lama dan menciptakan bangsawan baru." Mukim pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk mendukung sebuah masjid yang dipimpin oleh seorang Imam (Imeum). Ulèëbalang (Hulubalang) pada awalnya barangkali bawahan utama Sultan, yang dianugerahi Sultan beberapa Mukim, untuk dikelolanya sebagai Pemilik Feodal.Langkah utama yang ditempuh Sultan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan adalah dengan membangun angkatan perang yang umumnya diisi dengan tentara-tentara muda. Sultan Iskandar Muda pernah menaklukan Deli, Johor, Bintan, Pahang, Kedah, dan Nias sejak tahun 1612 hingga 1625.
Sultan Iskandar Muda juga sangat memperhatikan tatanan dan peraturan perekonomian kerajaan. Dalam wilayah kerajaan terdapat bandar transito (Kutaraja, kini lebih dikenal Banda Aceh) yang letaknya sangat strategis sehingga dapat menghubungkan roda perdagangan kerajaan dengan dunia luar, terutama negeri Barat. Dengan demikian, tentu perekonomian kerajaan sangat terbantu dan meningkat tajam.
Hubungan Bilateral Antar Negara Dan Kerajaan
Sultan Iskandar Muda dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan Eropa. Konon, ia pernah menjalin komunikasi yang baik dengan Inggris, Belanda, Perancis, dan Ustmaniyah Turki. Sebagai contoh, pada abad ke-16 Sultan Iskandar Muda pernah menjalin komunikasi yang harmonis dengan Kerajaan Inggris yang pada saat itu dipegang oleh Ratu Elizabeth I. Melalui utusannya, Sir James Lancester, Ratu Elizabeth I memulai isi surat yang disampaikan kepada Sultan Iskandar Muda. Berikut cuplikan isi surat Sultan Iskandar Muda, yang masih disimpan oleh pemerintah sampai saat ini, tertanggal tahun 1585 :"I am the mighty ruler of the Regions below the wind, Who holds sway over the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh, which stretch from the sunrise to the sunset."
Hambalah sang Penguasa Perkasa Negeri-Negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas Tanah Aceh dan atas Tanah Sumatra dan atas seluruh wilayah-wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam
Selain Kerajaan Inggris, Pangeran Maurits – pendiri Dinasti Oranje Belanda juga pernah mengirim surat dengan maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid.
Surat Sultan Iskandar Muda kepada Raja Inggris King James I, Pada tahun 1615 merupakan salah satu karyanya yang sungguh mengagumkan. Surat (manuskrip) tersebut berbahasa Melayu, dipenuhi dengan hiasan yang sangat indah berupa motif-motif kembang, tingginya mencapai satu meter, dan konon katanya surat itu termasuk Surat Terbesar Sepanjang Sejarah. Surat tersebut ditulis sebagai bentuk keinginan kuat untuk menunjukkan kepada Dunia internasional betapa pentingnya Kerajaan Aceh Darussalam sebagai Kekuatan Utama di Dunia.
Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda. Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para Pembesar - Pembesar Belanda. Namun karena orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka beliau dimakamkan dengan cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yang diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu Beatrix.
Sultan Iskandar Muda mengirim utusannya untuk menghadap Sultan Utsmaniyah yang berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu Sultan Utsmaniyah sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhirnya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung.
Namun Sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu Kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjutnya Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Iskandar Muda.
Saat itu Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yang sangat berharga bagi Sultan Iskandar Muda. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhirnya mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai hadiah bagi Sang Sultan. Dalam bukunya, Denys Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga.
Pada masa itu, Kerajaan Aceh merupakan satu-satunya Kerajaan Melayu yang memiliki Balee Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut, Istana Kesultanan Aceh luasnya tak kurang dari Dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Daruddunya (Kini Meuligo Aceh, Kediaman Gubernur). Di dalamnya meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani yang mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga memerintahkan untuk memindahkan aliran Sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istananya (Sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat, mengalir tenang di sekitar Meuligoe). Di sanalah Sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.
Gelar Pahlawan Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda merupakan pahlawan nasional yang telah banyak berjasa dalam proses pembentukan karakter yang sangat kuat bagi nusantara dan Indonesia. Selama menjadi raja, Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap Anti-kolonialisme-nya. Ia bahkan sangat tegas terhadap kerajaan-kerajaan yang membangun hubungan atau kerjasama dengan Portugis, sebagai salah satu penjajah pada saat itu.Melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 077/TK/ Tahun 1993 tanggal 14 September 1993, Sultan Iskandar Muda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI serta mendapat tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana (Kelas II). Sebagai wujud pernghargaan terhadap dirinya, nama Sultan Iskandar Muda diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di Tanah Air,
Nama Sultan telah di Abadikan sebagai Kapal Perang KRI Sultan Iskandar Muda, Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda dan Kodam Iskandar Muda Nanggroe Aceh Darussalam.
Sultan Iskandar Muda meninggal di Aceh pada tanggal 27 Desember 1636, dalam usia yang terbilang masih cukup muda, yaitu 43 tahun. Oleh karena sudah tidak ada anak laki-lakinya yang masih hidup, maka tahta kekuasaanya kemudian dipegang oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Setelah Sultan Iskandar Tani wafat tahta kerajaan kemudian dipegang janda Iskandar Tani, yaitu Sultanah Tajul Alam Syafiatudin Syah atau Puteri Safiah (1641-1675), yang juga merupakan puteri dari Sultan Iskandar Muda.
0 Response to "Sultan Iskandar Muda Raja Aceh Termasyur Sepanjang Sejarah"
Posting Komentar